DETIKMALUT.com - Dalam kehidupan ini, sering kali kita terjebak dalam upaya mengumpulkan harta dengan harapan dapat mencapai kebahagiaan dan kenyamanan. Namun, ajaran Islam mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kekayaan materi, melainkan pada kesederhanaan dan amal yang membawa manfaat di dunia dan akhirat.
Sebuah hadis Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita pentingnya mengurangi beban duniawi agar bisa menapaki jalan menuju kebahagiaan abadi. Artikel ini akan mengulas hikmah di balik hadis tersebut dan bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan lebih ringan.
Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW keluar rumah sambil memegang tangan sahabatnya, Abu Dzar al-Ghifari. Ketika mereka berjalan, beliau bersabda,
"Wahai Abu Dzar, tahukah kamu bahwa di depan kita ada sebuah tanjakan yang sulit yang hanya bisa dilalui oleh orang-orang yang ringan beban?" Abu Dzar kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya ini termasuk orang-orang yang ringan atau sarat beban?"
Nabi SAW menjawab dengan serangkaian pertanyaan,
"Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?"Abu Dzar menjawab, "Ya." Kemudian, Rasulullah bertanya lagi,
"Untuk esok pagi?" "Ya," jawabnya.
Namun, ketika ditanya tentang makanan untuk besok lusa, Abu Dzar menjawab,
"Tidak." Rasulullah SAW menegaskan, "Kalau kamu mempunyai makanan yang cukup untuk tiga hari, maka kamu termasuk orang-orang yang sarat beban."
Hadis ini menggambarkan betapa pentingnya memahami konsep "beban" dalam kehidupan dunia ini. Tanjakan yang disebutkan Rasulullah adalah jalan menuju kebahagiaan akhirat, dan beban yang dimaksud adalah harta.
Harta menjadi hal yang sering kali memberatkan langkah kita, menyita perhatian dan waktu, bahkan menghalangi kita untuk fokus pada tujuan yang lebih mulia.
Proses materialisme yang semakin berkembang membuat banyak orang terjebak dalam siklus menumpuk harta, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk anak-anak dan keturunan mereka. Keinginan untuk memastikan anak-anak hidup dengan baik sering kali berujung pada keserakahan dan ketakutan akan masa depan yang tak pasti.
Seringkali, mereka lupa bahwa harta yang menumpuk itu tidak akan membawa kebahagiaan sejati, kecuali jika dimanfaatkan dengan cara yang benar, yaitu untuk bekal menuju kehidupan setelah mati.
Nabi Muhammad SAW sendiri tidak meninggalkan harta kepada umatnya. Semua harta dan tanah yang beliau miliki telah diwakafkan. Rasulullah bersabda, "Kami para nabi tidak mewariskan warisan harta kecuali semuanya telah menjadi sedekah" (HR Bukhari).
Ini menunjukkan bahwa harta bukanlah warisan yang paling penting, melainkan amal dan ilmu yang dapat membawa manfaat abadi.
Dalam kehidupan ini, kita seringkali merasa perlu mengatur segala sesuatunya dengan sangat rinci, bahkan sampai memikirkan pembagian rezeki hingga tujuh keturunan. Namun, kita lupa bahwa pembagian rezeki adalah hak Allah, bukan hak kita. Allah yang Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima rezeki dan bagaimana cara terbaik untuk membagikannya.
Tugas kita sebagai orang tua bukan hanya mewariskan harta, tetapi lebih penting lagi, mewariskan pendidikan yang baik kepada anak-anak kita. Ali bin Abi Thalib, sahabat Nabi, pernah berkata,
"Kebaikan itu bukan ada pada banyaknya harta dan anak, tetapi pada banyaknya pendidikan, besarnya kepekaan sosial, dan perasaan terhormat dengan ibadah." Harta hanya akan bermanfaat bagi orang yang bertobat dan mereka yang senang bergegas dalam kebaikan.
Pengalaman mengajarkan kita bahwa banyak anak-anak yang tumbuh menjadi pribadi yang baik, meski orang tua mereka hidup dalam keterbatasan harta, karena orang tua tersebut memberikan pendidikan yang baik.
Sebaliknya, banyak pula anak-anak yang menerima harta warisan yang melimpah, namun karena kurangnya pendidikan yang baik, mereka menjadi miskin dalam segi moral, dan bahkan kehilangan arah hidup.***
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Tumpukan harta yang kita kumpulkan di dunia tidak akan memberi manfaat di akhirat kecuali jika kita menggunakannya dengan bijaksana, untuk kebaikan dan amal jariyah. Oleh karena itu, mari kita kurangi beban duniawi kita, dan fokus pada bekal akhirat yang lebih kekal dan abadi.