
![]() |
Oleh: Bang Iky
SETIAP tanggal 7 April diperingati sebagai Hari Kesehatan Sedunia, mengingatkan kita pada satu kebenaran sederhana, tidak ada harapan tanpa kesehatan. Tema peringatan tahun ini, "Awal yang Sehat, Masa Depan yang Penuh Harapan", bukan sekadar slogan, melainkan seruan untuk bertindak. Di tengah tantangan global—mulai dari krisis iklim hingga ketimpangan akses layanan kesehatan, kita perlu menyadari bahwa kesehatan adalah hak sekaligus tanggung jawab kolektif.
Di Indonesia, masih banyak anak stunting akibat gizi buruk 21,5% (survey SKI) 2023, atau orang dewasa yang mengabaikan pemeriksaan kesehatan karena alasan biaya dan waktu. Padahal keterlambatan dalam deteksi suatu faktor resiko penyakit menjadi hal yang sangat fatal dampaknya terhadap kesehatan seseorang, masa depan suatu bangsa ditentukan oleh kondisi kesehatan rakyatnya. Jika individu sakit-sakitan, bagaimana mungkin mereka bisa produktif? Jika lingkungan tercemar, bagaimana anak-anak bisa tumbuh optimal?
Kita sering lupa bahwa "awal yang sehat" tidak selalu tentang fasilitas mewah, melainkan akses pada hal dasar: air bersih, udara bebas polusi, makanan bergizi, dan edukasi kesehatan yang merata. Sayangnya, ketimpangan masih nyata. Di kota besar, gym dan supermarket organik menjamur, sementara di daerah terpencil, masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih atau tenaga medis.
Tanggung Jawab Siapa? Tentu tanggung jawab semua anak bangsa, dengan Pemerintah memegang peran krusial dalam menyediakan infrastruktur kesehatan, tetapi perubahan dimulai dari individu dan komunitas.
Contoh sederhana: Orang tua yang membiasakan anak makan sayur ketimbang instan, perusahaan yang menyediakan program kesehatan mental bagi karyawan. Generasi muda yang kritis menolak rokok atau polusi plastik.
Selain itu, literasi kesehatan harus jadi prioritas. Banyak penyakit bisa dicegah jika masyarakat paham pentingnya vaksinasi, deteksi dini kanker, atau cara mengelola stres.
Harapan di tengah tantangan, kepungan gaya hidup modern yang serba instan (junk food, kurang gerak, hingga kecanduan gawai), kita masih punya peluang untuk membalikkan tren. Teknologi seperti telemedicine atau aplikasi kebugaran bisa dimanfaatkan, selama diimbangi dengan kesadaran untuk hidup secukupnya, bukan mengeksploitasi tubuh.
Hari Kesehatan Sedunia mengajak kita berhenti sejenak dan bertanya, Sudahkah saya memberi "awal yang sehat" bagi diri dan lingkungan? Mulai dari hal kecil: kurangi kopi instan, biasakan jalan kaki, atau sekadar memastikan keluarga sudah cek kesehatan rutin.
Masa depan yang penuh harapan bukanlah mimpi kosong - ia dibangun dari pilihan sehat hari ini. Mari jadikan momentum ini sebagai awal komitmen bersama, karena sehat bukan hanya milik individu, melainkan modal kemajuan peradaban.*